Siapa yang tidak menyukai es krim? Sensasi dingin dengan aneka macam rasa ini menjadi kegemaran bukan hanya anak-anak hingga orang tua, di segala jenis musim.
Oleh karena itu, bisnisnya pun tidak pernah mencair.
Salah satu pemainnya adalah Bhakti Alamsyah dengan bendera usaha Eskimos. Bisnis ini didirikan Bhakti sejak September 2011 di Bandung, Jawa Barat.
Bhakti mulai menawarkan paket kemitraan sejak awal 2015. Saat ini, ada 49 gerai Eskimos. Tiga gerai milik pusat yang ada di Bandung, Jawa Barat.
Sisanya 46 gerai milik mitra yang tersebar di Jakarta, Bekasi, Bandung, Malang, Mataram, dan Batam. "Selanjutnya akan ada mitra dari Lampung dan Papua," cerita Bhakti kepada Kontan.co.id.
Ada tiga paket investasi yang ditawarkan Eskimos, yakni paket investasi senilai Rp150 juta, Rp180 juta, dan Rp240 juta. Yang membedakan ketiga paket investasi hanya kelengkapan peralatan penjualan yang didapat mitra.
Kerjasama berlaku selama lima tahun. Jika kontrak kerjasama habis, mitra harus membayar kembali paket investasi yang sesuai dengan pilihan. Dalam kemitraan ini, Bhakti memungut franchise fee 30 persen dari nilai paket investasi dan royalty fee 5 persen dari omzet per bulan.
Menu yang ditawarkan Eskimos adalah ice bread dengan 12 varian seperti cokelat, moka, tiramisu, dan teh hijau. Selain itu, ada ice stick, ice milk, ice coffee, ice chocolate, ice blended, ice greentea, dan lainnya.
Semua menu dibanderol Rp10.000-Rp20.000 per porsi. Ia mengklaim, setiap gerai Eskimos mampu meraup omzet Rp4 juta per hari. Jadi, dalam sebulan, mitra bisa meraih omzet Rp120 juta.
Berbeda dengan Raymond M. Limas yang mengambil peluang dari kepopuleran es krim potong yang identik di Singapura, lewat Raymond Lim Es Potong Sandwich.
Raymond menjelaskan, resep es krimnya itu sebenarnya merupakan resep turun-temurun di keluarganya selama 33 tahun.
Awalnya es krim keluarganya tersebut masih tradisional penyajiannya diambil dengan cara dikerok. Kemudian muncul ide untuk di jadikan es krim potong dan disajikan dengan roti sebagai pelapis.
"Tapi kita tidak terinspirasi dari es krim potong Singapura. Ketebalan kita berbeda, yakni 18 mm. Kalau terlalu tebal orang bosan juga makannya," kata Raymond yang ditemui Okezone.com, di Balai Kartini, Jakarta.
Untuk keunggulannya, es krim potong ini terbuat dari buah asli Indonesia. Ada sekitar 18 rasa berbeda dengan buah unik asli Indonesia, seperti durian, alpukat, terong Belanda, kacang merah, kacang hijau, rambutan dan kelapa.
Dengan kualitas produknya kini Raymond Lim Es Potong Sandwich telah berhasil menggaet sembilan mitra di lokasi berbeda.
Dalam mengembangkan usahanya, Raymond menawarkan peluang bisnis dalam bentuk waralaba. Terdapat dua paket investasi, yakni paket booth kecil dengan investasi Rp10 juta dan paket investasi booth besar dengan modal Rp35 juta.
Rata-rata mitranya mampu menjual 4 ribu potong es krim dalam satu bulan, dengan harga jual Rp15 ribu per potong. Jika dihitung berarti satu mitra menghasilkan cuan Rp60 juta. Jika dihitung, dari total sembilan mitra maka omzet yang terhimpun sekira Rp540 juta dalam satu bulan.
"Kami satu-satunya es krim rasa salak di Indonesia."
Gemadana Irza atau Gema, lebih unik lagi, ia memulai bisnis es krim namun dengan rasa yang tidak biasa: salak.
"Pertama kami coba-coba dan komposisinya sering salah. Es krim ini memiliki rasa khas salak Sidempuan, asam, manis, dan kelat (rasa antara manis dan asam)," ungkap mahasiswa Teknik Industri Universitas Sumatera Utara itu saat berbincang dengan merdeka.com disela-sela acara Wirausaha Mandiri di Jakarta Convention Center, Kamis (12/3).
Gema mengantongi modal awal Rp6 juta untuk memproduksi es krim. Dana itu diperoleh dari Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lantaran proposal bisnisnya lulus seleksi program kreativitas mahasiswa di bidang kewirausahaan pada 2011.
Gema kemudian menjual produknya itu di bazaar-bazaar. Di sisi lain, pesanan juga mengalir.
Respon positif ini membuat pemuda berusia kepala dua tersebut mulai menekuni usaha bernama "Zalacca Ice Cream" itu. Saat ini sudah ada tiga outlet Zalacca Ice Cream di Medan. "Kami satu-satunya es krim rasa salak di Indonesia."
Dalam sepekan, Gema menghabiskan 12 kilogram salak untuk menghasilkan 48 kilogram es krim siap jual. Dia mengklaim, es krim buatannya bisa bertahan selama dua pekan.
"Biasanya kami produksi tiga hari sekali, setiap produksi butuh 6 kg salak," ujarnya. "Kami dalam berproduksi tidak hanya fokus dengan satu tipe. Kami ada Zalacca Ice Cream Cup, Zalacca Ice Cream Wafer, dan Zalacca Ice Cream with Brownies atau Rainbow."
Tak sebatas itu. Gema juga menyanggupi memodifikasi es krim sesuai selera konsumen. Dengan harga Rp6 ribu-Rp35 ribu per cup, Gema bisa meraup omzet Rp15 juta-Rp20 juta per bulan.
via Hatree
Posting Komentar